Vera Inawati dan Tekad Membenahi Pendidikan untuk Generasi Hebat

TANGERANG,KITAKATOLIK.COM—MESKI belum sempat mengabdikan diri secara total dalam pendidikan formal (sekolah) sebagai pendidik purna waktu, mata, pikiran dan hati Vera Inawati  tak pernah lepas dari dunia pendidikan.

Beberapa persoalan krusial dalam dunia pendidikan sudah digumuli umat Paroki Alam Sutera-Santo Laurentius, Tangerang, ini  sejak lama. Masalah Bantuan Operasional Sekolah (BOS), salah satunya. Sejatinya, setiap sekolah, entah swasta pun negeri, berhak mendapatkan dana BOS. Tapi banyak sekolah swasta menolaknya. Mengapa?

Vera mencatat beberapa penyebabnya. Pertama, karena jumlah dana yang riil mereka terima tak sama dengan yang tertera dalam lembaran yang harus ditandatangani. Sudah ada banyak potongan. “Mereka menolak karena tidak terima penuh,” kata wanita kelahiran 1969 ini.

Tak jarang BOS diberikan dalam bentuk buku. Ini, kata Vera, mubazir bagi sekolah swasta. Tak terpakai karena mereka sudah memiliki buku dengan standar tersendiri.

Ketidaktersediaan tenaga pendidikan agama minoritas di sekolah negeri, merupakan masalah lain yang Vera gumuli. Di Tangerang misalnya, banyak sekolah negeri tak menyediakan guru agama Katolik atau Kristen, juga agama-agama lainnya. Meski seharusnya sekolah negeri  menyediakan guru untuk semua agama.

“Ini beban bagi saya. Mana cukup pendidikan agama itu diberikan hanya seminggu sekali di gereja. Sedangkan  sehari-harinya dia tidak dapat, Paling cuma sama orang tua,  sementara orang tua dalam keluarga  zaman sekarang kebanyakan berada di luar rumah, Anak-anak mengejar nilai dengan minta tanda tangan pastor,” kata Vera, prihatin.

Putus sekolah jadi masalah lain lagi yang terus mengganggu  pendiri Yayasan Sehati  Cerdaskan Indonesia ini. Di Kabupaten Tangerang, tempat tinggal Vera, tercatat angka putus sekolah mencapai 21.526 anak. Entah karena faktor keuangan, jarak atau faktor budaya yang menomorsatukan pendidikan anak laki dan menelantarkan anak perempuan.

Melalui jalur politik

Persoalan lain seperti sistem zonasi yang masih amburadul, juga memicu keprihatinannya dan mendorongnya untuk ambil bagian dalam penyelesaiannya. Berbagai jalur sudah ditempuh, dan kini ia memilih jalan politik.

 

Melalui jalur politik inilah, ia mengaku akan bisa lebih kuat memberikan dampak positif terhadap dunia pendidikan saat ini. Ia sadar, semua kebijakan dibangun dengan cara politik. Dan untuk bisa menjadi pemangku kebijakan yang bisa memperjuangan dunia pendidikan di Indonesia, terutama di wilayah Kabupaten Tangerang, adalah menjadi anggota legislatif.

Itulah alasan ibu tiga putera yang sudah dewasa ini  terjun  dalam kontestasi Pemilu 2024 yang akan digelar pada 14 Pebruari mendatang. Ia maju sebagai calon anggota legislatif (Caleg) Provinsi Banten melalui kendaraan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Ia mendapat nomor urut 8.

“Saya dari Dapil Kabupaten Tangerang 6 C yang meliputi wilayah Kecamatan Cikupa, Panongan, Curug, Legok, Kelapadua, Pagedangan dan Cisauk,” ujar umat Lingkungan  Paulus Rasul, Wilayah 6, Paroki Alam Sutera-Santo Laurentius ini.

Apabila dipercaya, ia bertekad untuk membenahi carut-marut dalam dunia pendidikan, juga diskriminasi terhadap wanita dan kelompok minoritas, terutama di lingkup Provinsi Banten.  (Paul MG).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *