PALEMBANG,KITAKATOLIK.COM—Menghadapi kondisi kehidupan Generasi Milenial yang lebih terbuka, individualis dan bergantung pada internet, para pendamping Bina Iman Anak (BIA) diharap terus kreatif, progresif, selalu menyesuaikan diri dengan dinamika zaman dan ramah terhadap situasi dan kebutuhan riil mereka.
“Ciri generasi Milenial itu lebih terbuka, individualis, berharap besar pada internet. Segala informasi dicari di internet, kreatif, mudah mengalami demotivasi atau cepat menyerah, dan memiliki besar keinginan untuk diapresiasi atau dipuji,” kata Maria Jelita Tinambunan, koordinator pendamping BIA Paroki Santo Yoseph, Palembang.
Mengantisipasi hal tersebut, ia meminta para pendamping BIA untuk menggali kharakter generasi milineal secara lebih dalam dan responsif terhadap kebutuhan mereka.
Hal itu ditegaskan Maria Jelita dalam Pelatihan Pendamping BIA yang dilaksanakan di Wismalat Podomoro, Banyuasin, Sumsel. Dihadiri sekitar 45 orang pendamping BIA, pelatihan ini mendatangkan instruktur pelatih FX Galih Wirahadi dari Yogyakarta. Gelaran ini dibuka oleh Andreas Daris selaku Sekretaris DPP Paroki Santo Yoseph Palembang.
Dalam sambutan pembukaannya, Andreas Daris menegaskan bahwa perubahan zaman yang cukup pesat membuat generasi anak-anak, remaja, dan orang dewasa memiliki karakter, kepribadian, dan pola pikir yang berbeda satu dengan yang lainnya.
“Terlebih di era digital saat ini, banyak tantangan tersendiri bagi masyarakat dan keluarga dalam mengembangkan kecerdasan, kreativitas, kepribadian, kerohanian serta iman pada anak didik,” katanya dalam pelatihan yang mengusung tema: “Pendamping BIA Masa Kini yang Kreatif dan Peka Zaman”pada Sabtu-Minggu (21-22/9/2024).
Selaku instruktur pelatih, FX Galih Wirahadi berharap kepada para pendaming BIA Paroki Santo Yoseph Palembang bahwa para pendamping BIA dapat membuka diri di zaman yang sudah berubah ini, apalagi di era digital saat ini.
“Para pendamping BIA yang merupakan penabur dan pendamping iman, harus dapat saling mengenal dan menggali lebih dalam bagaimana pribadi setiap anak agar kita tahu bagaimana cara mendampinginya secara iman, juga dapat menemukan kreativitas, membuat aktivitas dalam cerita kitab suci, berbagi cerita pengalaman pribadi yang nantinya akan dihubungkan dengan kitab suci atau nilai-nilai ajaran katolik, serta harus memiliki relasi intim dengan Tuhan dan komunitasnya,” kata Galih. (Dar).