Masa Pandemi, Tata Cara Penerimaan Abu Berubah

VATIKAN,KITAKATOLIK.COM—Menyiasati situasi pandemi yang mengharuskan pengetatan penerapan protokol kesehatan, Vatikan mengumumkan aturan baru penerimaan abu pada Rabu Abu yang akan jatuh pada 17 Pebruari 2021 yang akan datang.

Jauh-jauh hari, Kongregasi Ibadah Ilahi dari Vatikan pada 12 Januari  telah mengeluarkan sebuah nota tentang prosedur yang harus diikuti para imam di seluruh dunia untuk pembagian abu pada awal Prapaskah, yaitu Rabu Abu pada 17 Februari mendatang.

Dalam Nota itu Kongregasi Ibadah Ilahi dan Tata Tertib Sakramen menjelaskan bagaimana para imam Katolik membagikan abu. Dijelaskan bahwa setelah memberkati abu dan memercikkannya dengan air suci dalam suasana hening, “imam membacakan rumusan doa dalam buku Missale Romanum: “Bertobatlah, dan percaya pada Injil” atau “Ingatlah bahwa kamu adalah debu, dan akan kembali menjadi debu”.

Lalu imam membersihkan tangannya, mengenakan masker, dan membagikan abu. Umat datang menuju imam, atau jika perlu, imam pergi kepada umat yang tetap berdiri di tempatnya.

Lalu, sebagaimana dikatakan dalam Nota tersebut, “imam menaburkan abu di kepala setiap orang tanpa mengatakan apa-apa”.

Simbol sesal dan tobat

 Mengapa saat Rabu Abu, imam menandai dahi umat dengan tanda salib dengan menggunakan abu? Abu merupakan lambang biblis (menurut kitab suci) dari sesal dan tobat. Berabad-abad sebelum Kristus, abu menjadi tanda tobat.

Dalam Kitab Yunus misalnya diceritakan, ketika Raja Niniwe mendengar nubuat Yunus bahwa Niniwe akan ditunggangbalikkan, maka turunlah ia dari singgasananya, ditanggalkannya jubahnya, diselubungkanlah kain kabung, lalu duduklah dia di abu (Yunus 3:6).

Sementara dalam Ester (Ester 4C: 13) diceritakan bahwa ketika Ester menerima khabar dari Moderkhai, anak dari saudara anaknya, bahwa ia harus menghadap rajanya untuk menyelamatkan bangsanya, Ester menaburi kepalanya dengan abu. (admin)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *