KITAKATOLIK.COM—Bila umat sungguh yakin bahwa ambil bagian dalam Perayaan Ekaristi adalah memperingati kematian dan kebangkitan Kristus, maka mereka harus berhenti mengambil gambar, bicara, memberikan komentar dan beraksi seolah-olah ada semacam pertunjukkan.
“Ini adalah Misa, kesempatan untuk masuk ke dalam misteri kematian, kebangkitan dan kenaikan Yesus. Ketika kita mengikuti perayaan Ekaristi, kita seperti pergi ke Kalvari,” kata Paus dalam sebuah audiensi umum mingguannya pada Rabu (22/11/2017) silam seperti ditulis Carol Glatz dari CNS (Catholic News Service).
“Bila umat yakin dan sadar bahwa Yesus sungguh hadir dalam Ekaristi dan membiarkan diriNya dipecahkan dan mencurahkan cinta dan belaskasihanNya kepada semua orang, bolehkah kita mengobrol, berfoto untuk dipamerkan saat misa? Tentu saja tidak,” kata Paus.
“Sebaliknya, kita harus diam, berkabung dan juga dalam kegembiraan karena diselamatkan,” tambahnya.
Menurut Paus, sebagai sebuah “peringatan”, misa itu lebih dari sekedar mengenang suatu kejadian di masa lampau. Perayaan Ekaristi benar-benar hidup dan mengubah orang yang berpartisipasi di dalamnya.
Fokus utama perayaan Ekaristi, kata Paus, adalah tindakan penyelamatan Allah. Yesus sendirilah yang hadir di dalam roti, memecah-memecahkan diriNya, mencurahkan semua rahmat dan cintaNya kepada kita seperti yang telah dilakukanNya di kayu salib. Dengan cara demikian, Ia membaharui hati, kehidupan dan cara kita berhubungan dengan Dia dan saudara-saudari kita. .
“Setiap perayaan Ekaristi adalah seberkas matahari yang tidak pernah terbenam, yaitu Yesus Kristus yang telah bangkit. Sebab ambil bagian dalam Misa, terutama pada hari Minggu, berarti memasuki kemenangan kebangkitan, diterangi oleh cahayanya, dihangatkan oleh panasnya. Misa adalah kemenangan Yesus,” kata Paus. Saat Yesus beralih dari kematian ke kehidupan kekal selama perayaan Ekaristi, Dia juga membawa kita bersamanya menjuju kehidupan kekal. Dengan menumpahkan darahNya, Yesus membebaskan kita dari kematian dan ketakutan akan kematian. Ia membebaskan kita, bukan hanya dari dominasi kematian fisik, tapi juga kematian rohani – kejahatan dan dosa – yang mencemari kehidupan seseorang, membuatnya kehilangan keindahan, vitalitas dan maknanya. (Admin)