MAUMERE,FLORES,KITAKATOLIK.COM—Kamar itu tak terlampau mewah. Berada dalam deretan kamar para frater Seminari Tinggi Ritapiret, Maumere, kamar itu tampak sederhana, tapi terlihat bersih.
Sepotong bangunan yang lebih dikenal dengan “Kamar Paus” itu terdiri dari dua kamar. Yang pertama adalah sebuah kamar tidur, tempat Paus Yohanes Paulus II menginap pada 11 Oktober 1989. Terisi satu tempat tidur busa dengan dua meja duduk yang disimpan di samping kanan dan kiri. Di sebagian besar dinding ruangan itu tergantung banyak foto kenangan perjumpaan Paus dengan para frater, suster dan rohaniwan lainnya. Kamar lainnya juga berlapis permadani dan saat itu berfungsi sebagai ruang tamu.
Seperti dituturkan Praeses Seminari Tinggi Santo Petrus Ritapiret Dr. Philipus Ola Daen, Pr, kamar yang dulu ditempati Paus asal Polandia itu kini telah direnovasi dan telah menjadi kamar doa dan tempat ziarah terutama mereka yang secara khusus berdevosi kepada Sang Yohanes Paulus II tersebut.
Kini, kamar Paus tersebut telah dilengkapi relikui darahnya, yang ditahtahkan dalam monstrans di dinding tempat tidur yang digunakan orang kudus itu. Relikui tersebut diberikan oleh Uskup Agung Krakow Kardinal Stanislao Sziwisz tanggal 27 September 2017 atas permintaan tertulis dari Praeses Seminari Ritapiret Pastor Philip Ola Daen, Pr.
Saat Paus ke Ritapiret pada 11-12 Oktober 1989 itu, Kardinal Sziwisz juga hadir dalam kunjungan orang kudus itu. Saat itu ia menjabat sebagai Sekretaris Pribadi Paus.
Kilas Balik
Rintik-rintik hujan menyambut kedatangan Paus Yohanes Paulus II di Bandara Halim Perdana Kusuma Jakarta, tepat pukul 14.00 WIB , Senin, 9 Oktober 1989. Keluar dari pesawat Korean Air Lines, Paus disambut dengan upacara kenegaraan.
Sebagai tanda kecintaan dan penghormatan kedaulatan Negara yang dikunjunginya, Paus berkebangsaan Polandia ini langsung mencium tanah, saat menginjakkan kakinya di bumi Nusantara.
Paus berada di Indonesia selama lima hari, 9 hingga 12 Oktober, Sri Paus menyinggahi beberapa kota yang dianggap bisa merepresentasikan umat Katolik Indonesia, yaitu Jakarta, Jogyakarta, Maumere Dili dan Medan. Selain memimpin Perayaan Ekaristi, Paus berdalog dengan berbagai kalangan, terutama para tokoh Katolik setempat.
Santo Bapa yang kini telah menjadi orang kudus itu, membuka kunjungan hampir seminggunya itu dengan Misa Agung yang berlangsung di Stadion Utama Senayan, kini Gelora Bung Karno, Jakarta. Hadir dalam misa itu sekitar 120 ribu umat Katolik yang berasal dari Keuskupan Agung Jakarta, Keuskupan Bogor, Bandung dan Puwokerto.
Setelah mengunjungi dan merayakan Misa Agung di Jogyakarta, yang dihadiri kurang lebih 250 ribu umat katolik dari Keuskupan Agung Semarang, Keuskupan Surabaya dan Malang, Paus yang sebelum menjadi Paus menyandang nama Karol Wojtyla ini menuju Maumere, Flores.
Sebarkan kembang iman kristiani
Pukul 14.15 WITA, 11 Oktober 1989, Paus tiba di Maumere dengan menumpang Hercules TNI-AU. Di Bandara Wai Oti, sekarang Frans Seda, Maumere, Kepala Negara Vatikan itu disambut Menkeu saat itu J.B. Sumarlin sebagai wakil Pemerintah Pusat serta Gubernur NTT Hendrik Fernandez dan Pangdam Udayana Mayjen Sintong Panjaitan selaku tuan rumah.
Umat mengiringi perjalanan Paus dari Bandara menuju Gelora Samador da Cunha dengan musik suling dan gendang yang terdengar semarak dan meriah.
Teriknya matahari daerah timur yang menyengat sama sekali tidak mengurangi niat sekitar 150.000 umat untuk mengikuti Misa Agung yang dipimpin langsung oleh Paus Yohanes Paulus II tersebut. Mereka datang dari seluruh daratan Flores dan umat keuskupan lain seperti Sulawesi, Amboina dan Irja.
Karena stadion berukuran 250 X 250 meter bujursangkar itu tak mampu menampung, umat terlihat meluber sampai ke jalan raya depan dan belakang stadion yang terletak persis di tengah kota Maumere tersebut.
Misa Agung digelar dengan warna inkulturasi. Tarian maupun nyanyian dibawakan dengan penuh penghayatan, dibungkus dengan berabagai ragam pakaian adat yang nampak mencolok mata. Sementara Paus memimpin misa dari atas bangunan rumah adat Sumba, joglo dengan atap yang menunjang tinggi. Di atasnya tertera “Totus Tuus” – kepadamu kuserahkan segalanya – yang merupakan motto Sri Paus.
Dalam kotbahnya, Paus mendorong umat Katolik untuk ikut serta secara aktif dalam menyukseskan pembangunan. “Pembangunan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan, dan itu merupakan tugas umat katolik juga,” ujar Paus ke-262 setelah Santo Petrus tersebut. Secara khusus, ia meminta umat katolik NTT untuk terlibat dalam GEMPAR (Gerakan Meningkatkan Pendapatan Asli Rakyat) yang merupakan program unggulan gubernur saat itu.
Menyinggung nama Flores, Paus menegaskan bahwa Flores merupakan bunga yang menyebarkan harum iman katolik. “Semoga Flores mampu menyebarkan kembang iman kristiani, yakni iman yang mengajarkan cinta kasih dan menghormati sesama manusia, kemanapun Anda pergi dan berada,” ujarnya. (pamago)