Mengapa Puasa Katolik 40 Hari, Bukan Sebulan?

KITAKATOLIK.COM—Rabu Abu (2/3/2022), umat Katolik akan memulai masa puasa yang akan berlangsung hingga Sabtu (16/4/2022). Tak terhitung hari minggu, puasa Katolik akan berlangsung selama 40 hari.

Berbeda dengan umat muslim yang berpuasa selama sebulan di bulan Ramadhan, umat Katolik tak mengenal bulan puasa, tapi masa puasa. Mengapa 40 hari, bukan 30 hari?

Jumlah 40 hari puasa itu sudah berakar sejak awal gereja. Seperti dicatat Pastor William P. Saunders, tradisi masa prapaskah selama 40 hari itu, sudah dimulai sejak abad keempat (abad IV) yang diisi dengan doa dan puasa yang merupakan latihan-latihan rohaninya yang  utama.

Menyongsong hal-hal Agung

Menurut tradisi  Katolik, angka 40 mengacu pada kegiatan persiapan untuk menyongsong hal-hal agung. Musa misalnya, tidak makan roti dan minum air selama 40 hari sebagai persiapan untuk menerima Sepuluh Perintah Allah. Begitu pun dengan Elia. Ia berjalan 40 hari dan 40 malam ke gunung Allah, yakni gunung Horeb (nama lain Sinai).

Dan yang paling penting adalah pengalaman Tuhan Yesus yang  berpuasa dan berdoa selama 40 hari dan 40 malam di padang gurun sebelum Ia memulai pewartaan-Nya di hadapan orang banyak.

Kapan puasa dimulai dan diakhiri, juga berbeda dari masa ke masa, dan tempat yang satu dari yang lainnya.  Di Yerusalem misalnya, orang berpuasa selama 40 hari, mulai hari Senin hingga hari Jumat, sehingga masa prapaskahnya berlangsung selama delapan minggu.

Di Roma dan di Barat, orang berpuasa selama enam minggu, mulai hari Senin hingga hari Sabtu, sehingga masa prapaskahnya mencapai enam minggu.

Yang berlaku hingga kini, orang berpuasa dari hari Rabu Abu hingga Sabtu Suci, tak terhitung hari-hari minggunya.

Pantang dan puasa

Selama 40 hari, umat Katolik mengisi hari-harinya dengan berdoa, bertobat, bermatiraga dan melakukan karya belas kasihan sebagai persiapan menyambut perayaan Paskah.

Dalam Suratnya tertanggal 22 Pebruari 2022, Uskup Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) Ignatius Kardinal Suharyo mengemukakan beberapa ketentuan terkait kewajiban umat beriman selama  masa prapaskah.

Pertama, berpantang dan berpuasa pada hari Rabu Abu (17/2) dan Jumat Agung (2/4). Pada hari Jumat lainya selama masa prapaskah, hanya berpantang saja.

Kedua, yang diwajibkan berpuasa menurut Hukum Gereja adalah semua umat yang sudah dewasa sampai awal tahun ke enam puluh (KHK, k.1252). Yang disebut dewasa adalah orang yang genap berumur delapanbelas tahun (KHK, k.97 ayat1).

Ketiga, puasa artinya makan kenyang satu kali sehari.

Keempat, yang diwajibkan berpantang adalah semua umat yang berumur 14 tahun ke atas (KHK, k. 1252).

Kelima, pantang yang dimaksud di sini adalah bahwa tiap keluarga atau kelompok atau perorangan memilih dan menentukan sendiri, misalnya pantang daging, pantang garam, pantang jajan, pantang rokok.

Uskup juga mengajak umat untuk mewujudkan pertobatan ekologis.

“Untuk memaknai masa prapaskah ini marilah kita mengusahakan orientasi dan perilaku yang membuat kita semakin bersyukur dan mewujudkannya dalam sikap peduli kepada sesama. Kita usahakan agar suasana tobat dan syukur mewarnai masa penuh rahmat ini dengan mewujudkan sikap: Semakin mengasihi, semakin peduli dan semakin bersaksi,” tulis Ignatius Kardinal Suharyo.  (admin)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *