KITAKATOLIK.COM—Uskup Agung Jakarta Mgr. Ignatius Suharyo memimpin Perayaan Ekaristi dalam rangka Perayaan Reba Masyarakat Diaspora Ngada pada Sabtu (10/2/2018) di Anjungan NTT, TMII (Taman Mini Indonesia Indah), Jakarta Timur.

Pada kesempatan tersebut, Mgr. Surharyo juga berkenan meresmikan Sao Ngada Ine Sine yang mengapit Sao Ria, Timukung, Uma Tua dan Uma Kalada yang telah berdiri lebih dahulu di tempat itu. Sao Ine Sine sendiri didirikan dengan swadaya masyarakat diaspora Ngada dan setelah diresmikan diserahkan kepada pihak TMII.
Dalam kotbahnya, Uskup Ordinariatus Castrensis Indonesia (OCI) ini berpesan agar masyarakat diaspora Ngada dapat terus menghidupi nilai-nilai luhur para leluhur yang terkandung dalam Reba dan senantiasa bersyukur atas segala yang diberikan Tuhan.
“Kalau kita menjadi pribadi-pribadi yang mampu bersyukur, maka dengan sendirinya damai sejahtera akan menjadi kenyataan. Kalau kita menjadi pribadi yang bersyukur maka kebhinekaan yang kita rayakan, tidak menjadi alasan untuk perpecahan. Tetapi untuk semakin mensyukuri persatuan. Kita boleh yakin, semakin kita menjadi warga Jakarta, warga Negara yang mampu bersyukur, pastilah kita ikut membangun Indonesia damai,” katanya.
Syukur, kata Mgr. Suharyo, merupakan tanda kedewasaan pribadi, juga kedewasaan iman. “Kita bersyukur dalam keadaan apapun, karena kita percaya bahwa Tuhanlah yang menyelenggarakan seluruh hidup kita. Dia tidak pernah diam. Setiap peristiwa dan pengalaman kita adalah bagian dari Karya Allah.”
Ribuan orang yang terdiri dari masyarakat Ngada diaspora yang berasal dari Jabodetabek dan sekitarnya mengikuti perayaan tersebut. Hadir pula para tokoh senior NTT seperti Komjen (Purn) Polisi Gorries Mere, mantan Duta Besar RI untuk Republik Chili Aloysius Maja, anggota DPR RI dari Partai Demokrat Yosep Badioda, pengacara senior Petrus Balapationa, Anggota DPR RI dari F-PAN Ahmad Johan dan senior alumni SMA Syuradikara Thobias Djadji. Nampak pula sineas dan sutradara tersohor Garin Nugroho.
Berbeda dengan perayaan reba tahun-tahun sebelumnya, reba kali ini melibatkan etnis dominan NTT lainnya. Dalam sesi “to maki reba” misalnya, perwakilan dari etnis Ende Lio, Sumba, Riung dan beberapa suku lainnya turut terlibat. Setelah Perayaan Ekaristi meriah yang diiringin tarian khas panca windu dan perayaan reba, dilanjutkan dengan acara bebas yang mengarabkan warga NTT.
Paduan budaya dan katolik
Reba merupakan perayaan agama sekaligus budaya. Dalam konteks religiositas masyarakat Ngada, Reba merupakan bentuk indigenisasi katolik dalam budaya Ngada.
Di Kabupaten Ngada, perayaan Reba tak dilakukan serentak, tapi berkisar pada bulan Desember – Pebruari. Penetapan perayaan reba yang terbentang dari akhir Desember sampai akhir Pebruari dan pada musim hujan mau menyatakan bahwa perayaan ini bermakna sebagai syukur atas penyelenggaraan Tuhan pada tahun silam dan mohon pendampingan pada tahun yang akan datang.
Reba mengusung empat fungsi penting bagi masyarakat Ngada, yaitu sebagai ungkapan syukur, momen persatuan keluarga, harmoni dan kedamaian, serta menghadirkan kembali nasihat bijak orangtua. (Admin)