Pada Suatu hari, datanglah orang-orang Farisi kepada-Nya untuk mencobai Dia. Mereka bertanya: “Apakah diperbolehkan orang menceraikan isterinya dengan alasan apa saja?”
Jawab Yesus: “Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan?
Dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging.Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.”
Kata mereka kepada-Nya: “Jika demikian, apakah sebabnya Musa memerintahkan untuk memberikan surat cerai jika orang menceraikan isterinya?” Kata Yesus kepada mereka: “Karena ketegaran hatimu Musa mengizinkan kamu menceraikan isterimu, tetapi sejak semula tidaklah demikian.Tetapi Aku berkata kepadamu: Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah.”
Murid-murid itu berkata kepada-Nya: “Jika demikian halnya hubungan antara suami dan isteri, lebih baik jangan kawin.” Akan tetapi Ia berkata kepada mereka: “Tidak semua orang dapat mengerti perkataan itu, hanya mereka yang dikaruniai saja. Ada orang yang tidak dapat kawin karena ia memang lahir demikian dari rahim ibunya, dan ada orang yang dijadikan demikian oleh orang lain, dan ada orang yang membuat dirinya demikian karena kemauannya sendiri oleh karena Kerajaan Sorga. Siapa yang dapat mengerti hendaklah ia mengerti.” (Matius 19: 3-12).
Oleh: Romo John Tanggul, Paroki Wangkung, Keuskupan Ruteng.
PADA zaman ini, jumlah perceraian semakin meningkat. Kasus-kasus perkawinan di dalam Gereja Katolik juga semakin meningkat. Keluarga di zaman ini rentan perpisahan dan perceraian. Nilai-nilai perkawinan telah bergeser dari “kesatuan” menjadi “kecocokan”, dari “hidup bersama dalam suka dan duka” menjadi “hidup dalam kesenangan dan kenyamanan saja”. Jika tidak cocok, yah cerai saja. Jika tidak senang dan nyaman hidup dalam keluarga, yah berpisah saja. Itulah cara menghadapi hidup yang salah dan keliru dan bertentangan dengan ajaran Gereja Katolik dan semangat Injil.
“Apakah diperbolehkan orang menceraikan isterinya dengan alasan apa saja?” adalah pertanyaan orang-orang Farisi (kita) kepada Yesus (Mat. 19:3). Dalam Injil hari ini Yesus berbicara tentang kehidupan keluarga, kehidupan perkawinan, dan tentang perceraian yang dipertanyakan itu.
Yesus mengajarkan bahwa perkawinan adalah suatu peristiwa sakral, di mana Allah hadir dalam seluruh kehidupan keluarga, kehidupan perkawinan. Maka Sabda Tuhan hari ini ingin mengembalikan nilai-nilai luhur dan mulia perkawinan yang harus dihidupkan kembali dan diamalkan oleh setiap Keluarga Kristiani katolik.
Nilai luhur dan mulia perkawinan katolik itu adalah kesatuan cinta yang tidak terputuskan oleh siapapun dan apapun (kecuali oleh kematian), baik dalam suka maupun dalam duka. Perkawinan tidak boleh diceraikan, kecuali oleh kematian. “Demikianlah mereka bukan lagi dua melainkan satu, karena itu apa yg dipersatukan oleh Allah, tidak boleh diceraikan atau diputuskan oleh manusia”.
Berdoalah bagi keluarga-keluarga katolik semoga Tuhan membantu mereka, terutama yang mengalami kesulitan dalam kehidupan keluarga atau perkawinan, supaya mereka tetap bersatu dalam cinta yang total dan boleh mengalami hidup yang bahagia, yang merupakan tujuan utama hidup berkeluarga.
Selamat mengarungi kehidupan keluarga katolik dengan gembira hati. Selamat berbahagia dalam keluarga katolik, baik dalam suka maupun dalam duka. Semoga Allah Tritunggal Mahakudus (+) memberkati keluarga kita yang menghayati kesatuan cinta yang tidak terputuskan dalam kehidupan berkeluarga. Amin.