JAKARTA, KITAKATOLIK.COM—Mengaku tak akan berafiliasi dengan kelompok politik manapun, sejumlah mahasiswa dan pemuda asal Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang berdomisili di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) sepakat membentuk sebuah kelompok studi dan diskusi bernama “Ende Bergerak” (EB) pada Minggu (11/8/2019).
Meski mengaku akan juga bergerak secara politis, EB tidak terafiliasi pada salah satu kelompok politik tertentu.
Menurut Ketua Koordinator EB Agustinus Tetiro (Gusti), kelompok studi ini lahir oleh kesadaran bahwa tidak ada perubahan tanpa pergerakan, terutama oleh kaum muda yang kritis dan membangun.
Menurut Gusti, kelompok studi dan diskusi EB hadir terutama untuk memberikan sentuhan ilmiah populer dan semangat diskursus di antara orang-orang muda Ende terhadap berbagai kejadian, pemberitaan, dan isu seputar kebijakan politik dan pemerintahan di Kabupaten Ende.
“Penekanan pada sentuhan ilmiah dan diskusi yang elegan yang dibuat secara ringan dinilai perlu menyusul besarnya kebutuhan atas dimensi pemikiran kritis dari sebuah pemerintahan dan politik lokal dalam semangat otonomi dan desentralisasi,” kata alumnus STF Ledalero ini.
Selama ini, kata dia, kami melihat kurangnya semangat diskursif dan hilangnya pemikiran kritis pada beberapa elemen penting di Ende.
“Melalui pengamatan dan pemberitaan yang kami terima selama ini, kami merasa terpanggil untuk mengisi kekosongan itu: memberikan kontribusi pemikiran kritis dan membangun semangat diskusi yang konstruktif,” jelas Gusti.
Pada mulanya, kelompok studi EB adalah sebuah WhatsApp Group (WAG) yang dibuat untuk mendiskusikan secara elegan dan terarah beberapa isu menarik yang berkaitan dengan pembangunan, kebijakan publik dan politik lokal di Kabupaten Ende. Setelah berdinamika dalam grup media sosial itu, anggota-anggota WAG berniat membuat pertemuan pertama.
“Saat ini, ada 42 anggota WAG EB yang terdiri dari mahasiswa, dosen, praktisi bisnis, bankir, praktisi CSR, pakar ilmu pemerintahan, praktisi hukum, anggota legislatif, jurnalis, editor buku-buku ilmu sosial, pekerja sosial, cendekiawan, dan lain-lain dari berbagai latar belakang yang beragam,” jelas Gusti. (Admin)