Vinsensius Brisius Loe dan Tekad Mencerdaskan Orang Belu

 

ATAMBUA, BELU, KITAKATOLIK.COM.—KEMISKINAN adalah masalah serius di beberapa daerah Kawasan Timur Indonesia, termasuk di Kabupaten Belu, NTT. Upaya pengentasannya pun dilakukan banyak pihak, mulai dari pemerintah, LSM maupun perseorangan.

Vinsensius Brisius Loe, adalah salah seorang yang telah lama terlibat dalam upaya pengentasan kemiskinan di daerah yang 80 prosen lebih penduduknya beragama Katolik tersebut. Melalui LSM Yasso  yang didirikannya, ia menggandeng dan bekerjasama dengan beberapa lembaga internasional untuk mengeliminir kemiskinan konkrit yang dialami masyarakat setempat.  Sejak tahun 2000, ia terjun ke kampung-kampung untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak.

“Bekerjasama dengan Terre Des Hommes Nederlands, Cuso Canada, New Zealand Embassy, USAID, German Agro Action, Bank Dunia dan lain-lain, kami kerja program nutrisi, air bersih. Juga membentuk community development kewat kegiatan peternakan dan pertanian,” kata alumnus Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Katolik Ledalero, Maumere ini. Masuk Seminari Tinggi Santu Petrus Ritapiret tahun 1983, pria bertubuh subur ini seangkatan dengan Uskup Atambua Mgr. Dominikus Saku dan Uskup Maumere Mgr. Ewaldus Martinus Sedu.

Bersama istri Dafrosa Dauth

Bersama timnya, mereka melakukan pemberdayaan dan menjangkau  beberapa kelompok petani dan peternak di beberapa desa binaan seperti Dualaus, desa Tohe, desa Aitoun, desa Raifatus, desa Debululik, desa Mandeu dan lain-lain. Kelompok-kelompok binaan itu, kini telah mandiri.

Berbekal beberapa pelatihan yang diikutinya di luar negeri, Vinsen juga menggelar beberapa pelatihan terkait peternakan di beberapa desa di Kabupaten Belu seperti kandang lorong, pakan ternak, pupuk kompos. Juga digelar pelatihan penjualan, pelatihan menjahit bagi perempuan yang tidak mampu dan pelatihan montir bagi pemuda putus sekolah. Bahkan ada yang dikirimkan ke Solo, Jawa Tengah.

“Kita berusaha bekerjasama dengan banyak pihak, baik dalam maupun luar negeri, untuk bersama-sama membantu masyarakat desa keluar dari kemiskinan menuju kemandirian,” kata suami dari Dafrosa Dauth  ini. Menikah tahun 1993, pasangan ini telah dikaruniai empat orang anak yang telah beranjak dewasa yaitu Gregorius Gerland Loe, Juventus Steven Loe, Maximilanus Martin Loe dan Maria Gabriela Putri Loe.

Penentu kebijakan

Setelah hampir duapuluh tahun mengunjungi dan menyapa masyarakat desa, ia memahami dengan baik persoalan konkrit yang dihadapi masyarakat.

“Saya sudah lama jalan ke kampung-kampung, tidur bersama masyarakat di kampung-kampung dan membantu mereka. Saya sangat mengerti mereka, mereka butuh air, makan, pendidikan, kesehatan dan infrastruktur,” kata  Ketua Majelis Pendidikan Katolik Keuskupan Atambua (2017-2022) ini.

Kini, Ketua Koperasi Serba Usaha Gerbang Emas Propinsi NTT (2016-2021) ini berkeinginan untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat melalui jalur lain, yaitu dengan masuk dalam sistem agar bisa memperjuangkan kepentingan masyarakat dengan lebih efektif lagi.

“Dengan masuk ke dalam sistem, kita bisa mempengaruhi dan melahirkan kebijakan-kebijakan yang memihak pada kepentingan masyarakat dengan segala persoalan riil yang mereka hadapi. Setelah kita di dalam, kita bisa melahirkan kebijakan-kebijakan yang pro rakyat petani, peternak dan ibu-ibu. Jangkauan kita pun bisa lebih luas,” kata mantan Ketua Komisi Kerawam, Keuskupan Atambua, ini.

Tiga sektor utama

Berbekal pengalaman melayani masyarakat, terutama masyarakat yang membutuhkan pertolongan segera, Vinsen masuk dalam konstetasi Pemilu Caleg 17 April 2019 nanti. Diusung Partai Garuda (Gerakan Perubahan Indonesia), ia akan bertarung dengan caleg lainnya untuk memenangkan suara rakyat di Kabupaten Belu.

Apa yang akan diperjuangkan pria kelahiran Weluli 9 Juni 1963 bila dipercaya rakyat Belu? “Saya mau bikin orang Belu itu pintar. Caranya dengan meningkatkan fasilitas pendidikan, beasiswa dan pendampingan. Anak-anak yang  pintar kita sekolahkan supaya bisa menjadi dokter, bisa menjadi orang yang bisa kerja di bidang tambang, pertanian dan peternakan,” jelas Vinsen.

Selain meningkatkan kesejahteraan melalui pendidikan, ia akan memperjuangkan kesejahteraan petani. Karena 80 prosen masyarakat Belu itu petani, ia bertekad  berjuang mulai dari  pertanian. Membuat  pertanian  menjadi primadona untuk kabupaten Belu, apalagi di daerah perbatasan.

“Kami di daerah perbatasan itu menonton orang-orang Kupang membawa kol, bahkan dari Ende Flores ke Negara tetangga Timor Leste. Kami hanya menonton. Begitupun meubel yang dibawah dari Kupang, kami orang Belu, lagi-lagi hanya menonton. Di sektor pertanian juga begitu.  Manajemen pertanian mulai dari persiapan sampai paskah panen, belum rapih, sehingga masyarakat tidak tahu. Bawang misalnya, sekarang dia tidak tahu mau pasarkan ke mana, akhirnya harganya hanya 5000 rupiah sekilo,” jelas Vinsen.

Sektor berikut yang akan diperjuangkan adalah kesehatan karena tingkat kesehatan masyarakat kini sangat rendah. “Pekerjaan seorang legislatif kan tangkap aspirasi dan mengajukan kebijakan. Kita ini tukang omong. Tapi dengan kita berbicara di forum politik, kita dapat mempengaruhi kebijakan. Membuat aturan yang membuat orang itu pintas, sehat dan sejahtera. Itu tiga hal yang akan saya perjuangkan,” katanya.

Meski duduk sebagai Ketua Dewan Pembina Partai, ia memilih nomor 9 sebagai identitas pencalegannya dari Partai Garuda. “Karena angka 9 itu adalah angka sempurna,” ia beralasan. Ia akan mewakili masyarakat lima kecamatan di Dapil III yang meliputi Lakmanen, Lakmanen Selatan, Tasifeto Timur, Raihat, dan Lasiolat.  (Admin)

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *