Yosafat Beni Sugiarto: Ibarat Paduan Suara, Saya sebagai Dirigennya Saja!

TANGERANG,KITAKATOLIK.COM—Menjadi Ketua RW di Provinsi Banten yang mayoritas warganya beragama Islam, tentu merupakan sebuah kesempatan langka  bagi  penganut Katolik. Jumlahnya niscaya sangat sedikit. Satu di antaranya adalah Yosafat Beni Sugiarto.

Sebelum didaulat sebagai Ketua RW 22, Binong, Tangerang yang meliputi 14 RT,  pria kelahiran Cianjur, Jawa Barat, 13 November 1975 ini pernah menjabat  ketua RT di dua tempat, salah satunya di Sari Bumi yang sekitar 90 persen warganya muslim.

“Saat pemilihan, ada warga yang menentang karena saya bukan muslim. Tapi ketua RT yang baru turun menegaskan, kalau pak Beni bisa buat warga kita lebih baik, lebih sejahtera, apa masalahnya? Warga akhirnya sepakat dengan dia,” cerita Beni.

Beni bersyukur, selama setahun kepemimpinannya, ia  telah membuktikan dirinya sebagai RT yang baik dengan banyak dinamika positif.

“Kalau Tuhan mau pilih dan menentukan jalan, tidak ada yang mustahil,” katanya.  Sayangnya, ia hanya memimpin selama setahun karena berpindah rumah ke RT lainnya.

Bersama aparat Kelurahan Binong

Sebagai ketua RW 22 yang warganya plural, Beni menyusun perangkat RW-nya  dari semua agama agar pelayanan warga dapat berjalan lancar, tanpa kendala agama.

“Minimal, ketika ada  acara pengajian atau pertemuan di kelurahan, bisa ada perwakilan yang kompeten,” katanya.

Dilantik sejak 2 Agustus 2020, Beni mengaku perhatian paling besar tercurah untuk penanganan masalah COVID-19. Baik dalam aspek pencegahan penularan, penanganan pasien, evakuasi sampai proses pemakaman  jenazah pasien COVID.

“Dalam masa pandemi ini, kita menjadi sangat sibuk. Banyak sekali dinamika dan suka-dukanya,” katanya lalu menceritakan sebuah kasus kematian seorang warga terindikasi COVID yang bertubuh  gemuk dan meninggal di lantai dua.

Beni mengajak seluruh pengurus RW memaknai pelayanan kepada warga, terutama yang menderita COVID sebagai ibadah.

Modal Memimpin       

Bagaimana menjamin dinamika positif dalam pengelolaan warga di lingkungan RT maupun RW? Kuncinya, kata Beni, ada pada pemimpin.

“Secara global,  warga itu bagaimana pemimpinnya. Jadi yang penting kita sebagai leader yang harus fleksibel menjalankan roda amanah ini yang diberikan,” kata suami dari Kornelia Herlina Halim dan ayah dari  Jonathan Christian Adif  Sugiarto dan  Josephine Christina Arella Sugiarto ini.

Bila disisir, kepemimpinan menjadi kekuatan Beni, sekaligus jadi  pendorong  yang membuatnya bersedia melayani masyarakat, entah  sebagai RT maupun RW.  Ia memiliki bakat kepemimpinan yang sudah  terasah dalam lintasan panjang perjalanan hidupnya.

Bersama Yang Utama Ignatius Kardinal Suharyo

Sejak TK, Beni selalu dipercaya sebagai ketua kelas. Bahkan ketika ia masuk dalam komunitas yang sama sekali baru, ia juga dipercayakan sebagai ketua kelas. Masuk SMP misalnya, dia pindah dari  Pasar Baru, Jakarta  ke  Cimone, Tangerang, dan dia didaulat sebagai ketua kelas.  Begitu pun saat masuk SMEA Strada, Tangerang, padahal dia berasal dari SMP yang tak terkenal.

Selain kemampuan memimpin, Beni juga seorang organisator alamiah, yang ilmu menjalankan pelayanannya tidak didapat melalui pendidikan formal. Karena itu dia menyarankan, jika kelak warga ingin mejadi pelayan-pelayan masyarakat, mulailah dari keterlibatan dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan baik sebagai panitia kecil 17-an, kerja bakti, lalu pengurus RT, Pengurus RW dan Ketua RW.

“Dari masing-masing tahapan yang saya sebut sebelumnya, ada ilmu melayani yang kita dapatkan, sehingga ketika suatu saat dipercaya menjadi seorang ketua RW, setidaknya semua ilmu yang dulu pernah didapatkan sudah waktunya kembali dibagikan kepada para RT dan warga yang kita pimpin,” katanya.

Hanyalah “dirigen”

Selain berperan dalam masyarakat, Beni pun aktif di pelayanan gereja. Di Paroki Curug, Santa Helena, sulung dari 4 bersaudara ini tergolong sangat aktif dan pernah melayani sebagai anggota dewan.

Dengan Menteri Kominfo Johny G Plate. Sama-sama Kader Nasdem

Keaktivannya bermula dari perjumpaannya dengan pengurus wilayah yang mengajaknya bergabung dalam kegiatan lingkungan. Dalam rapat lingkungan, ia langsung terpilih sebagai ketua lingkungan yang baru dibentuk bernama lingkungan Felicitas, Taman Ubud.

Berpindah tempat tinggal, ia kemudian diminta sebaga sekretaris lingkungan Padua, Sari Bumi dan sekaligus sebagai prodiakon dari wilayah Saribumi. Saat itu, usianya baru 32  tahun dan boleh dikata sebagai prodiakon termuda di Paroki Santa Helena.

Pada 2007, ia dipercaya sebagai Ketua Komisi Sosial Paroki Curug, Santa Helena yang salah satu tugasnya adalah menerbitkan majalah WARNA. Ia menerimanya, meski diakuinya bahwa saat itu dia masih sangat awam dalam dunia tulis-menulis.

“Saya merasa jabatan atau komunitas seperti apapun, kalau memang diisi oleh orang-orang yang kuat, saya yakin organisasi bisa jalan bagus. Ibarat paduan suara, saya sebagai dirigennya saja. Toh suara-suara yang bagusnya itu ada di dalam satu tim itu,” kata pria yang sehari-harinya bergelut sebagai Event Organizer ini.

Ia kemudian dipilih sebagai anggota DPH (Dewan Paroki Harian) sebagai pendamping Komsos, Kepanitiaan dan Kepemudaan. Di periode berikutnya, ia dipercaya sebagai Sekretaris Dewan II. Sempat vakum beberapa saat, ia kemudian dipercaya lagi sebagai Ketua Seksi Liturgi Paroki hingga berhenti karena panggilan di dunia politik.

“Bagi saya, melayani di gereja sebagai ketua seksi atau tugas apapun juga, adalah kesempatan beribadah. Walaupun soal layak tidaknya ibadah kita kepada Tuhan itu Tuhan yang menentukan,” katanya.

Di dunia politik, Beni pernah dipercaya sebagai Ketua DPD PSI (Dewan Pimpinan Daerah Partai Solidaritas Indonesia) Kabupaten Tangerang dan maju sebagai caleg dalam Pemilu 2019. Meski tak lolos duduk di kursi dewan, Beni mengaku sangat diperkaya, terutama dalam pengalaman berorganisasi dan kontestasi Pemilu serta seluruh dinamika di dalamnya.

Tahun 2020,  Beni hijrah ke Partai Nasdem yang, menurut dia, punya visi yang serupa dengan PSI. Beni dipercaya sebagai Ketua DPD Nasdem Bidang Organisasi, Keanggotaan dan Kekaderan (OKK) Kabupaten Tangerang.

“Saya melihat bahwa untuk merubah sebuah masyarakat, kita harus berpartai karena jalannya demokrasi di Indonesia itu adalah masuk ke partai politik. Kalau hanya ormas, saya rasa tidak bisa berbuat banyak,” kata mantan Sekretaris Seknas Jokowi Provinsi Banten ini menerangkan  alasannya terlibat di partai. (Admin)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *