KITAKATOLIK.COM—ADA penampakan yang menarik saat kita mengikuti perayaan Minggu Palem kemarin. Hampir seluruh gereja memang menggunakan daun palma. Tapi tak semuanya. Di Belanda misalnya, umat menggunakan daun boxus, sementara kita melihat Paus Fransiskus seperti menggunakan anyaman daun, semacam janur kuning pipih panjang.
Sebetulnya tak aneh, memang. Toh sebutan untuk hari Minggu sebelum Paskah itu beragam. Ada Passion Sunday, Fig Sunday, Willow Sunday, Branch Sunday atau Blossom Sunday. Jadi tak hanya menggunakan Palm Sunday.
Menurut catatan Pater Dr. Bernard Boli Ujan,SVD., perbedaan-perbedaan itu wajar, tapi esensi sama dan menunjuk pada catatan Kitab Suci tentang peristiwa masuknya Tuhan Yesus ke kota Yerusalem.
Ada ranting, ada palem
Sebetulnya para penginjil mencatat secara berbeda-beda tentang bagaimana dan dengan apa orang mengiringi masuknya Yesus ke kota Yerusalem. Injil Matius dan Markus menggambarkan bahwa orang banyak itu menghamparkan pakaiannya di jalan dan menyebarkan ranting-ranting hijauh.
Dalam Matius 21: 8 kita baca, “Orang banyak yang sangat besar jumlahnya menghamparkan pakaiannya di jalan, ada pula yang memotong ranting-ranting dari pohon-pohon dan menyebarkannya di jalan”. Begitu pula dalam Injil Markus (Markus 11:8): “Banyak orang yang menghamparkan pakaiannya di jalan, ada pula yang menyebarkan ranting-ranting hijau yang mereka ambil dari ladang”.
“Yang menarik juga adalah bahwa ranting-ranting pohon itu disebarkan di jalan, bukan dipegang atau dilambaikan,” tulis doktor dalam bidang liturgi dari Sant’ Anselmo (Pontificio Istituto Liturgico Sant’ Anselmo Roma) ini dalam majalah LITURGI, edisi Januari-Februari 2006.
Injil Matius dan Markus menceriterakan bahwa orang banyak itu menghamparkan pakaiannya di jalan. Tetapi Matius dan Markus tidak menceritakan bahwa orang banyak itu memegang daun palma. Yang menarik juga adalah bahwa ranting-ranting pohon itu disebarkan di jalan, bukan dipegang dan dilambaikan.
Sementara Injil Lukas (Lukas 19:36) juga bercerita bahwa mereka menghamparkan pakaiannya di jalan. Tapi tidak menceritakan bahwa para murid Yesus yang mengiringi-Nya menyebarkan ranting-ranting hijau dan memegang daun palma.
Hanya Yohanes (dalam injilnya) yang menyebut pemakaian daun palma. “Mereka (orang banyak) mengambil daun-daun palem, dan pergi menyongsong Dia sambil berseru: Hosana! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, Raja Israel!” (Yohanes 12:13). Tak diceritakan bahwa mereka menyebarkan ranting-ranting pohon atau menghamparkan pakaiannya di jalan.
“Jadi nama Hari Minggu Palma dan tradisi upacara pemberkatan serta perarakan dengan daun palma sebenarnya berdasarkan cerita dari Injil Yohanes. Sementara penamaan Branch Sunday, tentu bertolak dari ranting-ranting yang ditaburkan di jalan oleh orang banyak itu.
Sejak abad keempat
Dari konteks cerita yang dikemukakan penulis Injil Yohanes, di mana Yesus dielu-elukan, disoraki, disalami sebagai raja, yang datang dalam nama Tuhan untuk membawa damai, Pastor Bernard menjelaskan bahwa daun palma yang dilambai-lambaikan merupakan tanda pujian dan kemuliaan, kemenangan dan damai.
Pemaknaan serupa ada dalam Kitab Wahyu (Why 7: 9-10). “Kemudian dari pada itu aku melihat: sesungguhnya, suatu kumpulan besar orang banyak yang tidak dapat terhitung banyaknya, dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa, berdiri di hadapan takhta dan di hadapan Anak Domba, memakai jubah putih dan memegang daun-daun palem di tangan mereka. Dan dengan suara nyaring mereka berseru: Keselamatan bagi Allah kami yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba!” (Why 7:9-10).
Secara historis, pemakaian daun palma sudah dimulai sejak abad ke-empat. Menurut catatan Egeria terkait liturgi di Yerusalem, perarakan dengan ranting palma dan zaitun pada Minggu Palem sudah ada sejak abad keempat. Mereka melakukan itu untuk mengenangkan peristiwa Yesus dielu-elukan ketika memasuki kota Yerusalem.
Biasanya pada sore Hari Minggu itu umat berkumpul di bukit zaitun dan sekitar jam 5 sore di atas bukit itu mereka mendengarkan pemakluman Injil mengenai masuknya Yesus secara mulia ke kota Yerusalem. Setelah itu mereka berarak menuju pusat kota Yerusalem. Anak-anak juga turut serta dalam perarakan sambil membawa ranting palma dan zaitun.
Kemudian cara perayaan seperti ini mulai dibuat juga di Spanyol (abad ke-lima), di Gallia (abad ke-tujuh) dan di Roma (abad ke-sebelas).
“Berdasarkan tradisi ini, dapatlah dimengerti mengapa sebaiknya daun palma dipakai meskipun bukanlah satu-satunya yang diberkati dan digunakan dalam perarakan. Dapat pula dipakai ranting zaitun atau ranting hijau lain (terutama kalau di wilayah bersangkutan tidak ada tumbuhan palma) dan boleh juga janur, bila ada kemiripan makna simbolisnya,” tulis pastor Bernard Boli Udjan SVD.
Yang digunakan Paus?
Lalu apakah Paus menggunakan janur kuning dalam perarakan Minggu Palem kemarin? Pastor Markus Solo Kewuta SVD menjelaskan bahwa yang dibawa Bapa Paus adalah benar-benar daun palem yang berasal dari Italia Utara.
“Dari salah satu sumber bahasa Italia yang menulis tentang sejarah dan asal usul daun palma Italia di atas ini, saya tahu bahwa daun palma asli Italia yang berasal dari zona Bordighera dan Sanremo, propinsi Liguria, Italia utara ini dari awal mula memang berwarna seperti ini, diambil dari pucuk paling muda dari pohon palma.
Warna ini awal mula dilihat sebagai warna putih yang adalah simbol kekatolikan, dibandingkan dengan warna hijau yang adalah warna Yahudi. Mungkin dulu kala berwarna putih, lalu karena perkembangan ekologi membuat dia berwarna seperti ini. Atau mungkin sudah lama dipetik dan ditransportasi dalam jarak panjang dan ketiadaan nutrisi lalu berubah warna seperti ini. Tapi kalau memang dilihat lebih dekat, warna dasar adalah putih. Sedangkan warna kuning tidak pernah muncul dalam pembahasan di sumber tadi, melainkan hanya warna putih yang disinggung di atas,” urai orang Indonesia pertama di Kuria Tahta Suci Vatikan ini.
Selain menangani Desk Islam di Asia dan Pasifik, Pater Markus juga dipercayakan sebuah tugas lain, yakni sebagai Wakil Presiden Yayasan Nostra Aetate yang bertugas untuk memajukan Pendidikan Perdamaian dan Pembentukan Duta-duta Perdamaian dari berbagai agama non-Kristiani bertempat di kota Roma dan Vatikan. (Paul MG/dbs).