Silaturrahmi, Kunci Utama Memperkuat Kerukunan antar Umat Beragama

DEPOK, JAWA BARAT, KITAKATOLIK.COM—SILATURRAHIM atau hubungan persaudaraan sudah menjadi tradisi dalam masyarakat bangsa Indonesia termasuk masyarakat Kota Depok terutama dalam perayaan hari-hari besar keagamaan dengan harapan akan menambah tali silaturrahim dengan tetangga maupun saudara.

Dalam meneruskan misi Tuhan yaitu merobohkan tembok-tembok pemisah dan membangun jembatan persahabatan dengan semua orang demi terwujudnya persaudaraan sejati yang mengarah pada hidup bersama yang lebih damai dan tentram,  Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) mendorong agar Gereja Katolik terus membuka diri, membangun dialog dengan agama lain dalam membangun sikap saling mengenal satu sama lain, meruntuhkan berbagai kecurigaan dan mengikis fanatisme.

Dengan melakukan kegiatan kekeluargaan dan kemanusiaan seperti silaturahmi saat perayaan hari besar keagamaan, bakti sosial lintas Iman, pertemuan rutin para tokoh lintas agama dan keterlibatan aktif dalam berbagai kegiatan masyarakat maka Gereja Katolik khususnya Paroki Santo Paulus Depok mencoba untuk mengimplemetasikan nilai-nilai karakter kristiani yang ingin dibentuk ke dalam formasi kegiatan dalam acara “Open House Natal & Tahun Baru 2019.

Acara yang berlangsung pada Jumat (4/1/2019) di Gedung Pastoral Santo Yohanes Paulus II, Jl. Melati No. 4 Pancoran Mas – Kota Depok dihadiri kurang lebih seratus orang yang terdiri dari perwakilan Muspida, pengurus FKUB, tokoh agama, tokoh masyarakat dan Organisasi Lintas Agama yang ada di Kota Depok diselenggarakan oleh Sie Kerasulan Awam (Kerawam), Paroki Santo Paulus Depok.

Harapan utama yang dicapai dari kegiatan open house tersebut, menurut Darius Lekalawo, Koordinator Kerawam, adalah Gereja Katolik khususnya Gereja Katolik Santo Paulus Depok dapat mengenal dan dikenal oleh tokoh lintas agama dan masyarakat sekitar sehingga semakin mempererat tali persaudaraan yang selama ini telah terjalin dengan baik.

Hal senada juga disampaikan RP. Alforinus Gregrous Pontus, OFM, Pastor Paroki Santo Paulus Depok. Pastor yang akrab dipanggil Pater Goris ini, diawal sambutannya memanggil undangan yang hadir sebagai suadara. Pater Goris beralasan bahwa manusia itu bersaudara, meski di antara mereka berbeda suku, bangsa, bahasa atau agama yang dianutnya. Idealnya dalam bersaudara itu ada saling mengenal, saling mengerti, tolong menolong dalam kebajikan dan bersatu padu dalam meraih kemaslahatan hidup bersama tanpa adanya batas dan sekat-sekat. Sebaliknya, bukanlah bersaudara jika di antara manusia itu saling menyakiti, saling merugikan, dan apalagi saling menumpahkan darah. Perbedaan yang ditakdirkan tidak selayaknya menjadi sebab putusnya rasa persaudaraan antar umat manusia.

“Terima kasih atas kehadiran para saudara yang hadir dalam acara ini. Kita sejak dunia dijadikan adalah saudara. Oleh karena itu saya memanggil Anda semua ‘saudara’. Saya sengaja tekankan itu, apalagi memasuki tahun pesta demokrasi 2019. Terkadang dalam konteks dan kepentingan tertentu terutama hanya karena perbedaan pilihan politik jangan sampai kita malah terkotak-kotak dan membuat kita antara satu dan yang lain harus bermusuhan. Semoga di Kota Depok tidak terjadi,” katanya.

Ustadz Badrudin, Ketua Umum Forum Muda Lintas Agama Kota Depok dalam kesempatan itu mengatakan silaturahmi merupakan kunci utama dalam memperkuat toleransi antar umat beragama di Kota Depok. Bilamana tidak bisa bersaudara dalam agama, kita semua tetap bersaudara sebagai satu bangsa dan bersaudara sebagai manusia ciptaan Tuhan.

“Kita semua bersaudara. Saya sangat senang bisa hadir dalam acara silaturahmi yang diselenggarakan teman-teman Katolik. Selain kita bersama-sama kerja bakti membersihkan tempat ibadah, tanam pohon dan kegiatan lainnya silaturahmi adalah kunci untuk memperkuat rasa persaudaraan diantara kita. Dalam ajaran Islam, silaturahmi adalah memperbanyak persaudaraan. Sebab buat saya Pancasila, NKRI adalah harga mati dan titik segede balok. Selamat Natal kami ucapak kepada saudaraku umat Kristiani dan Tahun Baru 2019 buat kita semua” ucap Ustadz Badrudin.

Hal lain yang disampaikan Ustadz Badrudin adalah rasa prihatin dan sedih atas hasil penilaian dari beberapa lemabaga survey manyatakan tingkat toleransi di Kota Depok menempati urutan 5 besar dari bawah. Padahal menurut dia, kondisi intoleransi seperti itu tidak muncul dari masyarakat Kota Depok apalagi para penyelanggara pemerintahan seperti yang dituduhkan banyak kalangan, melainkan muncul dari luar entah perorangan atau secara organisatoris yang sengaja mengadu domba masyarakat agar terusik kedamaian dan kenyamanannya.

Sementar Hendrik Tangke Allo, yang juga Ketua DPRD Kota Depok berpandangan bahwa yang namanya toleransi dalam kehidupan beragama di tengah keragaman ini harus dijalin melalui kegiatan seperti acara Open House yang diinisiasi oleh Romo Goris dari Gereja Katolik Santo Paulus Depok.

“Saya melihatnya kegiatan silaturahmi lintas agama baik tokoh agama, tokoh masyarakat dan tokoh pemuda serta ormas keagamaan ini menjadi bagian penting ketika kita merajut semangat kebangsaan di Kota Depok sehingga untuk menjaga hal-hal di mana ada orang di luar sana atau kelompok tertentu yang ingin untuk memecah belah kesatuan kita sebagai anak bangsa” ujarnya.

Dengan kehadiran teman-teman Muslim melalui NU, Gusdurian, Banser, lanjut Hendrik menandakan bahwa toleransi dan silaturahmi antar umat beragama di Kota Depok ini bisa terjalin dengan baik. “Ini menjadi contoh bagi saudara-saudara dan sahabat-sahabat kita di luar sana, bahwa jangan melihat apapun perbeadaan di Kota Depok ini sehingga menjadi dinding penyekat di antara kita. Bagi saya justru perbedaan yang ada seperti ini, perbedaan agama, suku bisa menjadi kekuatan bagi kita semuanya”, tegas pria asal Toraja yang akrab disapa bung Hendrik ini.

Tidak hanya itu, Hendri berharap mudah-mudahan acara silaturahmi seperti ini bisa berlanjut. Mengenai sikap pemerintah dalam pelayanan bagi masyarakat harus dilihat dan dinilai atas dasar data, apakah ada perbedaan pelayanan antara yang mayoritas dan minoritas atau tidak.

“Kita harus bicara berdasarkan data, apakah pemerintah saat ini telah memperlakuan sama kepada masyarakatnya tanpa adanya perbedaan?. Dalam konteks ini sebenarnya tidak ada istilah mayoritas dan minoritas. Kita semua memiliki hak dan kewajiban yang sama,” tegas Hendrik. (Darius LW, SH)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *