Pastor Eko Wahyu, OSC dan Kiat Berkotbahnya

TANGERANG, KITAKATOLIK.COM.—Ketik Pastor Eko Wahyu, OSC di youtube, maka akan keluar kotbah, seminar dan renungan-renungannya yang bernas, menarik, diselingi humor segar dan memotivasi pendengar untuk lebih optimis dalam beriman. Kotbah-kotbahnya menjadi viral dan ia dipanggil ke mana-mana untuk memberikan seminar, termasuk ke Paroki Curug,Santa Helena pada Sabtu dan Minggu (6-7/4/2019) yang lalu.

Popularitasnya naik. Tapi sesungguhnya  pria kelahiran 11 Maret 1969 ini tak suka akan keadaan itu. “Setelah  terkenal, saya jadi sibuk, karena dipanggil ke sana-ke mari. Sementara tugas utama saya kan di paroki. Itu jadi beban karena  saya harus cari waktu untuk pelayanan keluar,” jelas pastor yang ditahbiskan pada Desember 1996 ini. Ia mengaku lebih fokus dan mengutamakan pelaksanaan tugasnya sebagai pastor rekan di Paroki  Santo Yosep, Tebing Tinggi, Sumatera Utara.

 Belajar ilmu bercerita

Pastor Eko mengaku tak pernah bermimpi untuk viral. Tak pernah pula membagi kotbah-kotbahnya di youtube. Tapi ia tak melarang orang membagikannya, apalagi bila isinya menyentuh hati yang menonton.

Apa kiatnya sehingga kotbah dan seminarnya berisi dan menarik? Ia mengaku keterampilan bicaranya diperoleh dari kuliah dan latihan.

“Waktu di Seminari, setiap hari minggu kita dilatih berdiskusi tentang satu tema dalam sidang akademi. Terus waktu kuliah, kita dapat dosen kuliah kotbah yang baik, sehingga kita terlatih untuk berkotbah dengan baik,” katanya.

Di samping belajar otodidak public speaking, ia mengaku sangat tertantang saat bertugas di rumah Retret Pratista.

“Di situ saya selalu berusaha keras agar pendengar saya yang bermacam-macam usianya, ada SD, SMA, dan orang dewasa, bisa bertahan mendengarkan. Jangan sampai mereka capek, lelah, bosan dan tidak dapat apa-apa. Rumah retret adalah kesempatan  uji coba.   Saya bisa lihat dari evaluasi mereka. Yang ini tersentuh, yang ini tidak. Dari situ saya belajar banyak.”

Pengalaman membuatnya menemukan polanya sendiri dalam berkotbah. Ia biasanya memfokuskan diri pada  bacaan Injil, terutama pada kalimat yang sangat menyentuhnya dan paling kuat enerjinya. Misalnya kata yang diulang-ulang oleh Yesus.

“Saya lalu mencari konteks pernyataan itu, dan kemudian memasukkan ke dalam konteks kehidupan. Biasanya saya pakai  analogi, baik analogi cerita maupun analogi pengalaman,” jelasnya.

Dalam kotbahnya, ia lebih banyak melemparkan cerita-cerita karena cerita biasanya lebih kuat daya tariknya bagi semua umur.  Soal bercerita, ia  mengaku banyak belajar dari pastor Alex Dirjo yang  sangat terampil dalam story telling. “Beliau kalau memaparkan cerita, betul-betul kita bisa nikmati. Salah satu saya lihat, adalah karena dia berada dalam cerita itu,” tambah pastor Eko.

Melalui cerita-cerita itu, ia ingin memperlihatkan bahwa ada sesuatu yang bisa diwujudkan, meski kita rapuh. “Saya selalu berusaha agar umat mendapatkan sesuatu dari Firman Tuhan yang bisa mereka bawa pulang dan wujudkan dalam kehidupan mereka. Itulah tantangannya. Jangan sampai  umat ini membawa kebingungan,” kata pastor yang dalam berkotbah selalu berusaha tak lebih dari sepuluh menit ini.

Selain berkotbah, Pastor Eko sering dipanggil untuk seminar-seminar rohani Katolik, terutama untuk masalah liturgi dan keluarga.

Sejak kecil

Panggilannya untuk menjadi imam sudah terpupuk sejak kecil. Duduk di bangku kedua setiap kali misa bersama orangtua dan ketiga adiknya, Eko kecil selalu memiliki kesempatan untuk melihat gerakan imam di altar. Ia mulai kagum kepada sosok imam. Apalagi, pastor paroki biasa berkunjung ke rumahnya. Karena itu, ketika ditanya mau jadi apa, ia selalu menjawab imam.

Dukungan dari Sang ayah yang personil angkatan udara, sangat terasa. Dialah yang mengurus segala keperluan agar anak pertamanya itu bisa masuk ke KPB (Kelas Persiapan Bawah, setelah tamat SMP) di Seminari Metroyudan, Magelang, pada tahun 1984.

Sebelum ditahbiskan pada 1996, ia sempat ditugaskan di rumah Retret Pratista. Pelayanan ini dilanjutkan selama lebih dari 20 tahun setelah ditahbiskan. Dalam masa itu, ia  berkesempatan mengikuti pendidikan lanjut di Cefam (Central Family Ministry), di Filipina dalam bidang konseling keluarga. Tahun lalu, dia ke Nemi, Italia untuk pengolahan hidup.

Terakhir,  pehobi bertaman dan bersepeda ini mendapat tugas baru sebagai pastor rekan di Paroki Santo Yosep, Tebing Tinggi. (Paul MG)

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *